← Back Published on

Pamungkas Can't Control Body and Plagiarism

Beberapa bulan di akhir tahun ini konser-konser sudah mulai dipanggungkan lagi di berbagai kota di Indonesia. Hal tersebut turut menjadi salah satu sign hilangnya Covid-19 di Indonesia. Para musisi yang semula semrawut berubah menjadi kalang kabut karena banyaknya tawaran manggung di berbagai kota, bukan hanya di Indonesia, bahkan di negara tetangga, Malaysia. Musik Indonesia kini sudah banyak mengalami kemajuan, tak heran jika masyarakat Malaysia pun menyukai lagu-lagu musisi Indonesia, karena memang terbukti lagu-lagu yang diciptakan musisi Indonesia memiliki kualitas, ditambah lagi bahasa Indonesia yang mudah dipahami. Beberapa waktu lalu saya melihat beberapa cuplikan video Fourtwnty yang sedang manggung di Malaysia dan terlihat semua penonton bisa sing a long dengan Ari Lesmana, dan kawan-kawan bersama.

Salah satu musisi atau solois pria favorit yang lagu-lagunya juga didengar oleh masyarakat Malaysia adalah Pamungkas. Pamungkas atau Pamunqkas terkenal melalui single-nya yang berjudul To The Bone “mencintaimu sampai ke tulang-tulangnya”-katanya, yang telah di-stream lebih dari 264 juta penonton di Youtube. Saya akui lagu-lagu Pamungkas sopan masuk ke telinga. Seingat saya, naiknya Pamungkas hampir bersamaan dengan Nadin Amizah, Hindia, dan Sal Priadi. Bisa dibilang mereka adalah musisi yang mulai melejit tahun 2019-an. Pamungkas terbilang memiliki suara dan ciri yang khas. Dengan setelan jas kebangaannya dan kancing kemeja yang agak sedikit dibuka. Seperti penyanyi indie kebanyakan yang ingin memiliki khas-nya tersendiri. Pamungkas memiliki itu baik di penampilannya maupun lagu-lagunya. Pamungkas saat ini berada di bawah naungan labelnya sendiri, yakni “Mas Pam Record”.

Baru-baru ini, saat Pamungkas manggung di Synchronize Fest 2022 Pamungkas menyebabkan sebuah masalah lagi, iya LAGI, saya tekankan, LAGI. Karena sebelum masalah ini mencuat ke media, Pamungkas sudah beberapa kali kepergok warganet melakukan copyright. Yaa, beberapa kali. Hal ini tentu mendiskreditkan posisinya sebagai seorang musisi. Pada 2021 lalu Pamungkas diduga melakukan plagiarisme dari artwork seorang seniman yang bernama Baptisme Virot dalam cover EP (extended play) atau mini albumnya yang berjudul Solipsism 0.2. Plagiasi itu berupa kaca mata di cover albumnya. Akhir dari kasus plagiasi itu Pamungkas meminta maaf melalui media sosial label musiknya, Mas Pam Records dan mengaku akhirnya ia membeli hak cipta dari artwork tersebut. Pada Februari 2022 melalui cuitan twitter seorang penggiat puisi, Hamzah Muhammad menulis “Problem Pamungkas bukan musikalitas. Tapi mentalitas.” dalam thread tersebut Hamzah menuding Pamungkas melakukan plagiasi dalam lagunya yang berjudul “Birdy” atas puisi The Bluebird karya Charles Bukowski. Birdy benar-benar sebuah parafrase yang buruk, tambah Hamzah. Pun ketika saya melihat kemiripian dari kedua lirik puisi dan lagu tersebut, sangat mirip, memang tidak seluruh lirik Birdy Pamungkas melakukan plagiasi, namun ada di beberapa bait The Bluebird yang seperti hanya di-copas ke Birdy. Pada akhirnya Pamungkas memutuskan untuk mengganti lirik lagu Birdy. Pamungkas diuntungkan dengan kenyataan bahwa Charles Bukowski sudah mati.

Masalah yang baru saja terjadi di Synchronize Fest bukan lagi hadir dari karya-karyanya melainkan perform-nya saat berada di atas panggung. Dalam video cuplikan yang tersebar luas di internet, Pam (akrabnya) mengambil salah satu handphone seorang fan untuk digunakan me-record atau memfoto dirinya sedang bernyanyi, tidak ada yang aneh sampai hal itu terjadi, karena banyak musisi yang melakukan hal serupa, namun bukan itu masalah utamanya. Sebelum merekam dirinya, Pam menggosokkan handphone tersebut ke alat vitalnya. Tentu tidak ada yang menyangka Pam akan melakukan itu.

Video itu dipenuhi komentar hujatan dan makian dari warganet, “Disgusting” “Pamungkas cancelled” “Mulai sekarang gue bakal hapus lagu-lagu Pamungkas dari playlist gue.” “Definisi can’t control body and soul”. Karena saya masih waras, saya pun ikut jijik melihat video yang beredar tersebut. Sebenarnya simple, titik permasalahan yang menyebabkan warganet ilfeel dan jijik adalah perbuatan itu tidak semestinya dilakukan seorang publik figur di depan khalayak, apalagi saat konser. Perbuatan itu dinilai tidak etis. Mengingat Indonesia merupakan negara yang menganut budaya ketimuran.

Pamungkas mematikan karirnya sendiri. Begitulah tulis salah satu warganet dalam cuitannya di twitter. Namun nyatanya masih banyak masyarakat yang membela Pamungkas. Mereka menganggap bahwa orang-orang terlalu overreact atau lebay terhadap hal tersebut dan menganggap hal itu merupakan hal yang wajar. Pamungkas mengakhiri kasus itu dengan klarifikasi melalui akun instagramnya bahwa hal yang ia lakukan adalah sebuah fan service dan itu adalah bagian dari sebuah pertunjukan di stage. Pam menyamakan fan service-menggosokkan handphone fan ke alat vital dengan fan service meminta foto sehabis manggung, meminta ucapan ulang tahun untuk sahabat, padahal itu jelas-jelas berbeda. Fan service bukan harassement dan harassement bukanlah fan service. Walaupun mungkin penggemar yang memiliki handphone tersebut menerima perlakuan Pam, menurut saya hal itu tetap tidak seharusnya dilakukan dan dinormalisasi. Dan meskipun lagi-lagi itu cuma benda, cuma sebuah handphone, seharusnya hal itu tidak boleh dinormalisasi. Ada yang salah dengan pola pikirnya.

Bahkan Pamungkas mengunggah gambar di instagramnya berupa gambar handphone semungil jari tengah dengan caption, “akhirnye telah lahir” yang menyiratkan bahwa handphone mungil itu adalah wujud anak dari handphone fan-nya yang beberapa waktu lalu digosokkan di alat vitalnya. Semacam sebuah konten ledekan untuk para haters-nya? Pam bukannya merasa bersalah tapi malah menjadi-jadi. “Cuma butuh kata maaf loh padahal. Gatau tetep aja ga pantes menurut gue.” tulis seorang warganet di kolom komentar . Pam menjawab dengan jawaban yang sungguh di luar akal, “Id rather to be hated for who i am, than be loved for what im not – Lo dengan pikiran lo, gw dengan pikiran gw, kalo lo gasuka; gapapa. berarti kita beda faham. (dan ga harus sama). Im not here to please everyone.” Sebenarnya tidak ada yang salah dalam pernyataannya jika digunakan di dalam konteks yang sesuai.Yang perlu ditekankan adalah permasalahan itu bukan masalah hak seseorang untuk melakukan sesuatu namun norma dan etika.

Pam juga menambahkan dalam klarifikasinya, “Noh panggung kanan kiri apa kabarnya yang malah memperagakan aktivitas seksual, ada juga yang angkat gelas isinya alkohol.” Menurut saya ini cacat logika. Hal yang ia lakukan tidak bisa disamakan dengan hal tersebut, karena pada dasarnya para musisi yang melakukan hal tersebut-angkat gelas isinya alkohol, berada di luar negeri yang jelas-jelas berbeda kebudayaan dan normanya dengan kita di Indonesia.

Pamungkas saya rasa perlu melihat kebelakang lagi siapa dirinya dahulu sebelum menjadi seterkenal ini, bagaimana ia saat berkontribusi di band Islam itu Indah. Siapa yang membuat ia menjadi seterkenal sekarang. Ia terlalu malu untuk mengakui kesalahannya-LAGI, ego yang ia miliki sudah terlalu besar karena ia merasa memiliki nama yang besar. Manajernya pun dikabarkan sampai depresi masuk rumah sakit karena masalah tersebut. Yang saya herankan, apakah orang-orang dibalik Mas Pam Records juga membenarkan perlakuan dan alasan Pam yang tidak masuk akal itu? Atau sebenarnya ada juga beberapa dari mereka yang menentang tapi urung diri untuk menasehati Pam? Entahlah.

Saya pun menjadi hilang respect kepada Pamungkas dan karya-karyanya. Mungkin sekarang Pam hanya menggosokkan handphone ke alat vitalnya, jika kita menormalisasinya, besok apa lagi yang akan ia perbuat? Atau malah perbuatannya bisa jadi dicontoh oleh orang-orang goblok di luar sana untuk menaikkan nama panggungnya. Saya rasa pamungkas perlu lebih banyak bergaul dan belajar dengan musisi-musisi lain yang orisinil dan bisa berprestasi menggunakan isi kepalanya sendiri.